Pdt. Yahya Waloni Menemukan Kebenaran (Islam)


Sebagai pakar teologi, Pendeta Yahya Yopie Waloni sangat mengetahui teori-teori yang ada dalam agama Islam. Meskipun masih beragama Kristen, Yahya memandang teori apa pun yang ada di Islam sangat benar. Islam pun, mampu menceritakan peradaban dunia dari yang lalu sampai sekarang. Bahkan, agama Kristen diceritakan pula dalam Islam.

Pdt. Yahya Waloni bersama istrinya memeluk Islam secara sah pada hari Rabu, 11 Oktober 2006 pukul 12.00 Wita, melalui tuntunan Komarudin Sofa, Sekretaris Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Tolitoli. Beliau mengganti namanya menjadi Muhammad Yahya Waloni, dan istrinya Lusiana menjadi Mutmainnah. Putri tertuanya Silvana (8 tahun) menjadi Nur Hidayah, Sarah (7 tahun) menjadi Siti Sarah, dan putra bungsunya tetap menggunakan nama Zakaria (4 tahun).

Pak Yahya, begitu sapaan akrabnya. Pria kelahiran Manado tahun 1970 ini lahir dari kalangan terdidik dan disiplin. Ayahnya seorang pensiunan tentara. Sekarang menjabat anggota DPRD di salah satu kabupaten baru di Sulawesi Utara. Sebagai putra bungsu dari tujuh bersaudara, Yahya saat bujang termasuk salah seorang generasi yang nakal. "Saya tidak perlu cerita masa lalu saya. Yang pasti saya juga dulu pernah nakal, tukasnya.

Meski ia pernah nakal, tetapi pendidikan formalnya sampai ke tingkat doktor. Ia menyandang gelar doktor teologi jurusan filsafat. Saat ditemui, Yahya memperlihatkan ijazah asli yang dikeluarkan Institut Theologia Oikumene Imanuel Manado tertanggal 10 Januari 2004. Sehingga titel yang didapatnya pun akhirnya lengkap menjadi Dr. Yahya Yopie Waloni, S.TH, M.TH.

Menurutnya, dirinya masuk agama Islam karena dari sistematika teori, Islam itu sudah benar. Sebagai akademisi, kata dia, dirinya berpikir bahwa orang yang sudah memiliki teori yang benar saja bisa salah apalagi yang tidak memiliki teori yang benar. "Orang Islam yang sudah memiliki teori yang benar saja masih bisa salah, apalagi yang tidak memiliki teori yang benar. Jadi, saya mengakui Islam secara teori dan spiritual," ujar Yahya.

Selain ia menyadari kebenaran Islam (dan tentu beliau juga sangat paham bagaimana kekristenan itu mengingat ketinggian ilmunya), menurut pria kelahiran Manado tahun 1970 yang pernah menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Theologia Calvinis di Sorong tahun 2000-2004 ini, ada hal lain juga yang mendorongnya untuk segera mengucapkan syahadat, yakni pengalaman spiritual yang dialaminya. "Suatu hari, saya bertemu dengan seorang penjual ikan, di rumah lama kompleks Tanah Abang, Kelurahan Panasakan, Tolitoli," ia memulai kisahnya. 

Pertemuannya dengan si penjual ikan berlangsung tiga kali berturut-turut dengan waktu pertemuan yang sama yaitu pukul 09.45 Wita. "Kepada saya, si penjual ikan itu mengaku namanya Sappo (dalam bahasa Bugis artinya sepupu). Dia juga panggil saya Sappo. Dia baik sekali dengan saya," ujar bapak dari Silvana (8 tahun, kini bernama Nur Hidayah), Sarah (7 tahun, menjadi Siti Sarah), dan Zakaria (4 tahun) ini. 

Setiap kali ketemu dengan si penjual ikan itu, kata Yahya, dirinya berdialog panjang soal Islam. Anehnya, kata dia, si penjual ikan yang mengaku tidak lulus sekolah dasar (SD) itu sangat mahir dalam menceritakan soal Islam. Ia makin tertarik pada Islam. 

Namun, sejak saat itu, ia tidak pernah lagi bertemu dengan penjual ikan itu. Si penjual ikan mengaku dari dusun Doyan, desa Sandana, salah satu desa di sebelah utara kota Tolitoli). "Saat saya datangi kampungnya, tidak ada satupun warganya yang menjual ikan dengan bersepeda," tambahnya. 

Sejak pertemuannya dengan si penjual ikan itulah katanya, konflik internal keluarga Yahya dengan istrinya meruncing. Istrinya, Lusiana tetap ngotot untuk tidak memeluk Islam. Karena dipengaruhi oleh pendeta dan saudara-saudaranya. "Ia tetap bertahan pada agama yang dianut sebelumnya. Jadi, kita memutuskan untuk bercerai," katanya. 

Namun, sambung dia, tidak lama setelah itu, tepatnya 17 Ramadan 1427 Hijriah atau tanggal 10 Oktober sekitar pukul 23.00 Wita, ia bermimpi bertemu dengan seseorang yang berpakaian serba putih, duduk di atas kursi. Sementara, dia di lantai dengan posisi duduk bersila dan berhadap-hadapan dengan seseorang yang berpakaian serba putih itu. "Saya dialog dengan bapak itu. Namanya, katanya Lailatulkadar," kata Yahya. Setelah dari itu, Yahya kemudian berada di satu tempat yang dia sendiri tidak pernah melihat tempat itu sebelumnya. Di tempat itulah, Yahya menengadah ke atas dan melihat ada pintu buka-tutup. Tidak lama berselang, dua perempuan masuk ke dalam. Perempuan yang pertama masuk, tanpa hambatan apa-apa. Namun perempuan yang kedua, tersengat api panas. 

"Setelah saya sadar dari mimpi itu, seluruh badan saya, mulai dari ujung kaki sampai kepala berkeringat. Saya seperti orang yang kena malaria. Saya sudah minum obat, tapi tidak ada perubahan. Tetap saja begitu," cerita Yahya. 

Sekitar dua jam dari peristiwa itu, di sebelah kamar, dia mendengar suara tangisan. Orang itu menangis terus seperti layaknya anak kecil. Yahya yang masih dalam kondisi panas-dingin, menghampiri suara tangisan itu. Ternyata, yang menangis itu adalah istrinya, Lusiana. 

Tangisan istri Yahya itu mengandung arti yang luar biasa. Ia menangis karena mimpi yang diceritakan suaminya kepadanya, sama dengan apa yang dimimpikan Mutmainnah. "Tadinya saya sudah hampir cerai dengan istri, karena dia tetap bertahan pada agama yang ia anut. Tapi karena mimpi itulah, malah akhirnya istri saya yang mengajak," tandasnya. 

Akhirnya, setelah menyadari kebenaran Islam dan kemudian ada pengalaman spiritual yang terutama mempermudah jalan bagi istrinya menuju jalan lurus agama Islam, maka Yahya Waloni bersama istrinya, Lusiana, bersegera menjadi Muslim. Mereka secara sah mengucapkan persaksian kalimat syahadat, yaitu pada hari Rabu, 11 Oktober 2006 pukul 12.00 Wita melalui tuntunan Komarudin Sofa, Sekretaris Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Tolitoli. Hari itulah Yahya dengan tulus mengucapkan dua kalimat syahadat. "Kekuatan saya, sekarang hanya shalat tahajud malam dan Dhuha pukul 08.00," ujar mantan Rektor UKI Papua ini. [erk /km].


Berikut video ceramah dari beliau:


.
.
.
Potongan video berikutnya (terima kasih kepada saudara Ronald Srg)
    .

      2 komentar:

      hlowbos mengatakan...

      artikel yang ku cari ni gan, ijin share nya ya, aku tertarik dengan artikel ini

      Isha Merdeka mengatakan...

      Silahkan boss.. jangan sungkan
      Semua artikel disini bebas kok di share :)