Serat Jangka Jayabaya: Kristen Pertanda Zaman Sengsara, Islam Solusinya


Dalam cerita babad karya Pangeran Adilangu, pujangga Kasunanan Kartasura, yaitu Serat Jangka Jayabaya Syekh Bakir, diceritakan bahwa agama Kristen merupakan salah satu pertanda saat Pulau Jawa memasuki era zaman Sengsara, sedangkan agama Islam sebagai Solusi untuk mengatasinya.

Zaman Sengsara adalah suatu masa dimana Pulau Jawa mengalami banyak fitnah dan lenyapnya kebenaran, sebagai zaman lenyapnya moralitas manusia dan timbulnya segala kesengsaraan di Jawa. 

Serat Jangka Jayabaya Syekh Bakir (Subakir)
Zaman Sengsara (Sangara) menurut Serat Jangka Jayabaya ini, antara lain ditandai dengan munculnya banyak fitnah, kebohongan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, menipisnya hasil sumber daya alam, wanita yang hilang rasa malunya, dan banyaknya kaum gay (keh anjamah pada priya, tanpa marem anjamah estri = banyak lelaki yang menjamah sesama lelaki, karena tidak puas dengan perempuan). 
Digambarkan pula bahwa pada zaman ini setan telah bercampur dengan manusia sehingga tidak diketahui lagi kebaikan. Akibat dari semua itu maka datanglah hukuman dari Penguasa Alam Raya berupa beraneka macam bencana alam.(hal: 9-10)

Dijelaskan pula bahwa bercampurnya setan yang merasuk dalam kehidupan menyebabkan manusia terjebak dalam penyembahan kepada berbagai sembahan/ tuhan palsu. Kekeliruan itu terjadi ketika wong Jawa mulai meremehkan kitab suci, mendustakan kebaikan, lupa dengan keberadaan Allah, menyembah berhala, memuja setan, dan menganut agama Kristen (Serani atau Nasrani). Penyimpangan perilaku ini diungkapkan dalam Serat Jangka Jayabaya tersebut sebagai berikut:

"Akeh wong maido kitab, akeh wong kang ndorakaken abecik, keh lali maring Hyang Agung, akeh nembah brahala, akeh ingkang ngarepaken lelembut, ana kang mangeran arta, ana kang mangeran serani."(hal: 10)

(Banyak orang meremehkan kitab, banyak orang menganggap kebaikan sebagai dusta, banyak lupa dengan Hyang Agung, banyak yang menyembah berhala, banyak yang berharap dari makhluk halus, ada yang mempertuhan harta, ada yang mempertuhan Serani/ menganut agama Kristen dengan tuhan Trinitas-nya).


Islam sebagai Solusi untuk Mengakhiri Zaman Sengsara
Zaman Sengsara sebagai wujud era Amoralitas dan Kesengsaraan tersebut, menurut Jangka Jayabaya ini akan teratasi dengan munculnya Raja yang berasal dari keturunan Kanjeng Nabi Rasul yang bertindak sebagai Ratu Adil. Hal ini diungkapkan sebagai berikut:

"Hyang Sukma anitah Raja, duk timure babaran ing Serandil, maksih tedak Kanjeng Rasul, Ibu wijil Mataram. Seselongan iya iku wijilipun, kang ngadani tanah Djawa, kang djumeneng Ratu Adil."(hal: 10-11)

(Hyang Sukma mengangkat Raja, pada waktu mudanya kelahiran Serandil, masih keturunan Kanjeng Nabi, Ibu dari benih Mataram, berasal dari Ceylon kelahirannya, yang akan memimpin Jawa, yang berkedudukan sebagai Ratu Adil).

Menurut serat tersebut akan muncul seorang penguasa keturunan Kanjeng Rasul yang akan bertindak sebagai Raja yang Adil. Istilah "Kanjeng Rasul" yang dimaksud dalam babad ini menunjuk kepada pribadi Nabi Muhammad SAW. Salah satu bagian dalam karya sastra ini menunjukkan secara gamblang sebagai berikut:

"Nulya karsane Hyang Widhi … Nitahaken ratu ing Demak, akeh sagung para wali ngajawi, pan sami amemulang, anglampahi sarengate Kanjeng Rasul, wus sirna jamaning Buda, pra sami agama suci. Wus samya Islam, masuk maring agamane Jeng Nabi …. "(hal: 8-9)

(Selanjutnya kehendak Hyang Widhi … Menitahkan raja di Demak, banyak para wali datang ke Jawa, yang mengajar, melaksanakan syariat Kanjeng Rasul, telah lenyap jaman Budha, bersama menganut agama suci. Telah menjadi Islam semua, masuk ke dalam agamanya Kanjeng Nabi …)


Raja ini digambarkan sebagai orang yang memilih hidup sederhana, yang senantiasa menyerahkan dirinya kepada Allah Yang Maha Besar (mung sumende ing Hyang Agung = hanya menyerahkan diri kepada Yang Maha Agung).(hal: 11) Raja ini akan mampu menghadapi musuh hanya dengan mengandalkan Allah. Pengarang serat kemudian berharap agar publik pembacanya bersedia mengabdi kepada sang Raja tersebut.

Keadilan Raja ini tidak diragukan. Keadilannya merupakan hasil dari menjalankan syariat Islam secara kaffah, dengan berperilaku layaknya santri sejati. Serat Jangka Jayabaya ini menggambarkannya sebagai berikut:

"Ilange wong dora-cara, wong dursila durjana juti enting, bebotoh pada kabutuh, awit adil Sang Nata, akeh suci ing masjid kang melu sujud, eling maring kabecikan, pada dadi santri curit."(hal: 11)

Musnahnya para penipu, manusia yang berperilaku jelek dan jahat, penjudi yang telah kecanduan, karena keadilan sang Raja, banyak mensucikan diri di Masjid yang ikut bersujud, mengingat akan kebaikan, semua menjadi Santri Sejati.

Dengan demikian, sesuai karya sastra ini, maka agama Islam adalah Solusi bagi peri-kehidupan di Tanah Jawa (Indonesia) yang sedang dalam zaman sengsara ini. 

[Sumber kutipan: susiyanto.wordpress.com]

    1 komentar:

    Anonim mengatakan...

    wkwkwk apaan sih.