Benarkah Manusia Telah Berdosa Sejak Lahir?


Bila Alkitab mengatakan: "dalam kesalahan aku diperanakkan" dan "dalam dosa aku dikandung ibuku", maka begitulah kebenarannya, tak bisa diganggu gugat! Begitulah yang harus diyakini. Semua manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa, bahkan seseorang itu sudah berdosa sejak berada di dalam rahim ibunya! Itu semua akibat Dosa Asal yang diperbuat Adam dan Hawa! Demikian mereka berapologi... hh!

Seperti telah saya tuliskan pada artikel di sini, bahwa Doktrin Dosa Asal/ Dosa Warisan adalah murni  rekayasa Paulus! Sebuah doktrin/ dogma yang diyakini di seluruh gereja, sebagai pasangan Dogma Penebusan Dosa. Tanpa keduanya maka tidak ada lagi Kekristenan.

Anda adalah Muslim bila melihat cucu Ratu Inggris ini/ bayi/ anak Anda 
sendiri sebagai suci murni, cakep, lucu, menggemaskan.
Dan Anda bukan Kristen bila tidak melihatnya sebagai
sangat menyeramkan, terlihat bertaring, bertanduk... tampak seperti 

setan akibat terkena virus dogma dosa warisan :)
Karena begitu pentingnya doktrin ini, maka Kekristenan jungkir balik mencari pembenaran dengan berbagai ayat di Perjanjian Lama. Ayat favorit PL yang biasa dikutip seperti telah dinukil di atas yaitu Mazmur (51:7), "Sesungguhnya dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku".

Memang bila ayat itu dipahami secara harfiah, manusia dilahirkan sebagai orang berdosa. Tapi ayat tersebut adalah kiasan. Konteks dan realitas yang melatari ayat itu mengharuskannya untuk dipahami secara maknawi, sebagai sebuah kiasan.

Coba bandingkan Mazmur 51:7 dengan Ayub (1:21), "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya." Maka bila Mazmur 51:7 dipahami secara harfiah, demikian juga Ayub 1:21 harus dipahami secara harfiah. Ini berarti suatu saat nanti, kita akan masuk kembali ke rahim ibu kita.

Baik Mazmur 51:7 maupun Ayub 1:21 tidak dapat dipahami secara harfiah. Keduanya adalah kiasan. Konteks ayat ini dan nalar sehat kita mewajibkan ayat ini untuk dipahami sebagai kiasan. Daud menggunakan bahasa kiasan di seluruh Mazmurnya. Ayat 7, 9, dan 10 dari Mazmur 51 adalah kiasan.

Jika ayat 7 dipahami secara harfiah untuk mengajarkan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa, maka tafsir dari ayat-ayat selanjutnya:
Ayat 9 berarti dosa dapat dibersihkan dengan hisop! Hh.. dan jangan mengigau pula bahwa Daud mengharapkan juru tebus dosa ala dogma penebusan dosa yah!
"Bersihkanlah aku daripada dosaku dengan hisop, maka aku akan menjadi tahir".
Ayat 10 berarti Allah meremukkan tulang seseorang saat ia berbuat dosa, dan tulang tersebut bersorak gembira saat ia diampuni! "Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kau-remukan bersorak-sorak kembali".

Tafsiran harfiah Mazmur 58:4 bahkan lebih mencengangkan lagi, yakni bayi-bayi telah berbicara dan berbohong segera setelah mereka dilahirkan! "Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat". Tentu tak seorang pun yang akan menggunakan ayat ini untuk mengajarkan bahwa bayi-bayi telah berbicara dan apalagi berbicara untuk berbohong sejak lahir!

Tak satu pun dari ayat di atas dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah.
Semuanya kiasan! Jika dipahami secara harfiah, maka semuanya bertentangan dengan kenyataan. Nyatanya, tulang tidak dapat bersukacita, hisop tidak bisa dipakai untuk membersihkan dosa, bayi tidak bisa berbicara saat dilahirkan dan tidak ada orang waras yang mengatakan bahwa janin itu bermoral bejat!

Jika penafsiran harfiah yang diberlakukan pada Mazmur 51:7, diterapkan pada ayat sejenis lainnya, maka kata-kata Ayub dalam Ayub 1:21: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya", apakah berarti Ayub sedang memberitahukan bahwa manusia suatu hari akan masuk kembali ke dalam rahim ibu mereka? Tak masuk akal, bukan?

Hal itu sama tak masuk akalnya dengan menafsirkan Mazmur 51:7 secara harfiah. Daud tidak mengatakan bahwa dia dilahirkan sebagai orang berdosa. Sebaliknya, dia sedang mengakui penyesalan dengan segenap hatinya atas semua dosa kepada Tuhannya. Dia berseru-seru kepada Allah dalam bahasa kiasan yang kuat untuk semua dosanya dan penyesalannya yang begitu dalam.

Jika Daud bermaksud untuk mengatakan bahwa ia dilahirkan sebagai orang yang berdosa, maka semua kata penyesalannya itu adalah omong kosong belaka! Ia berarti sedang menyalahkan Pencipta dirinya yang telah membuatnya menjadi orang berdosa. Padahal Daud tahu persis bahwa yang menciptakannya adalah Tuhan. Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku (Mazmur 119:73). Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku (Mazmur 139:13). Ingatlah bahwa TUHAN itu Allah. Ia menciptakan kita dan kita milik-Nya (100:3).

Jika Daud mengatakan hal itu agar Tuhan menganggapnya sebagai orang yang berdosa sejak dilahirkan, maka hal itu bertentangan dengan seluruh semangat Mazmur. Mazmur tersebut bukanlah menjadi Mazmur penyesalan dosa, tetapi berubah menjadi Mazmur alasan untuk berdosa. Mazmur itu bukanlah kata-kata seorang pria yang mencari alasan atas dosanya, melainkan kata-kata dari seorang pria rendah hati dan sangat menyesal karena telah berdosa terhadap Allah.

Ayat-ayat tersebut tidak dimaksudkan untuk mengajarkan bahwa Tuhan membentuk manusia menjadi orang berdosa dalam kandungan ibunya. Dan kita tahu Tuhan tidak menciptakan orang berdosa. Maka jika kita masih menganggap Mazmur 51:7 mengajarkan bahwa manusia dilahirkan berdosa, berarti ayat-ayat tersebut akan mengungkap hal-hal lainnya. Siapapun tahu kalau doktrin ini juga menuntut Tuhan untuk bertanggungjawab karena telah menciptakan orang berdosa. Sebab doktrin ini mengatakan bahwa manusia dibentuk dalam rahim ibunya sebagai orang berdosa, padahal Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Tuhan membentuk manusia dalam kandungan ibunya. Doktrin ini juga mengatakan bahwa manusia datang ke dunia dalam keadaan berdosa, padahal Alkitab jelas-jelas mengajarkan bahwa Tuhan-lah yang menciptakan manusia.

Ada pula yang mengajukan keberatan dengan mengatakan bahwa Allah hanya menciptakan Adam dan Hawa saja, sedangkan semua keturunannya berasal dari proses perkembangbiakkan alami. Namun, keberatan itupun tak semerta-merta membebaskan doktrin dosa asal dari penghinaan atas karakter Tuhan. Karena jika manusia dilahirkan berdosa secara alami, siapa yang yang telah menetapkan hukum alamnya? Tuhan, bukan? Penjelasan logis apapun tak dapat membebaskan doktrin tersebut dari penghinaan atas karakter Tuhan!

Jika ada orang yang tak mau mengakui bahwa Tuhan adalah Pencipta semua manusia, berarti ia telah menolak Alkitab. Sebab salah satu kebenaran yang paling jelas diajarkan dalam Alkitab adalah kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta semua manusia. “Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku” (Mazmur 119:73).

Lalu bagaimana dengan 2 Tawarikh 6:36? Apakah berbicara tentang dosa asal dari Adam-Hawa? Hh.. ini hanya igauan BP disarpagi. Dan sejauh yang ku tahu BA digotha pun tak berdalih dengannya. Ayat tersebut bukan sedang ngomong tentang adanya dosa asal “... karena tidak ada manusia yang tidak berdosa...” tapi bagian dari gaya berdoa Salomo/ Sulaiman kepada Tuhannya. Maka bacalah ayat sebelum dan sesudahnya, dan bila perlu baca keseluruhan perikop hingga tak ngigau berdalih keluar konteks. Dan tentu saja Salomo tak perlu juru tebus dosa seperti yang diangankan para pengusung dogma dosa asal-penebusan dosa. Salomo hanya perlu pengampunan dari Tuhannya maupun agar IsmaEL, agar EL mendengarkan, mengabulkan doa permohonannya. 

Hal itu mirip dengan hadits Khullu bani Adam khaththaa, wa khairul khaththaa iinattawwabuun, dimana inipun bukan sedang membahas adanya dosa asal, tapi bagaimana hal terbaik yang harus dilakukan mengingat secara umum manusia itu tak lepas dari dosa atau kesalahan; menunjukkan pentingnya bertaubat, mohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, atas segala kesalahannya!

Lalu: Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih? (Ayub 25:4).

Pertama harus dimengerti bahwa itu adalah kata-kata Bildad, bukan kata-kata Ayub apalagi Tuhan. Ayat ini tidak mengajarkan bahwa kondisi moral yang bejat sebagai bagian yang menyusun tubuh manusia. Ayat ini hanya mengatakan kondisi manusia yang secara umum berdosa, tanpa mengatakan bagaimana mereka mendapatkan dosa tersebut. Bila perkataan Bildad tersebut ditujukan untuk mempertanyakan integritas Ayub, maka Ayub pun telah membela dirinya: “Aku sama sekali tidak membenarkan kamu! Sampai binasa aku tetap mempertahankan bahwa aku tidak bersalah. Kebenaranku kupegang teguh dan tidak kulepaskan; hatiku tidak mencela seharipun dari pada umurku.” (Ayub 27:5-6). Dan dalam Alkitab pun sangat jelas bahwa Ayub adalah orang yang benar di hadapan Allah (Ayub 1:8), namun ia memang di cobai oleh Tuhannya yang menurut narasi Alkitab (Ayub 1 dan 2) bahwa Tuhan mencobai dirinya melalui bantuan iblis (dimana... lagi-lagi menurut Alkitab bahwa iblis pun termasuk bagian dari anak-anak Tuhan, Ayub 1:6).

Sekali lagi, jika ayat ini digunakan untuk mengajarkan dosa sebagai bagian penyusun tubuh manusia, maka ayat ini juga berarti mengajarkan bahwa Yesus pun dilahirkan berdosa, karena ia juga adalah manusia yang lahir dari seorang wanita (sedangkan Kristen meyakini bahwa Yesus itu bebas dosa). Yesus berkata, "Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud.” Apakah itu berarti Daud akan tersingkir dari silsilah Yesus karena lahir dengan dosa asal/ warisan? Ataukah itu artinya Yesus sebagai keturunan Daud berarti lahir dengan dosa warisan?

Gagasan bahwa manusia dilahirkan sebagai orang berdosa itu tidak masuk akal. Secara fisik dan moral bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa adalah mustahil. Manusia dinyatakan sebagai orang berdosa dan bersalah dan dihukum saat lahir tak dapat terpikirkan secara moral.

Secara fisik, tidak mungkin manusia dilahirkan sebagai orang berdosa karena sifat dosa. Dosa bukanlah sebuah zat/ benda. Ia tidak memiliki sifat fisik dan tidak mungkin diteruskan secara fisik dari satu orang ke orang lain.

Apakah dosa? Alkitab berkata, ”Dosa adalah pelanggaran hukum Allah” (1Yohanes 3:4). Jadi, menurut Alkitab, dosa adalah suatu tindakan atau pilihan yang melanggar hukum-hukum Allah.

Apakah tindakan jahat adalah suatu substansi/ zat?
Apakah ketidaktaatan, pelanggaran, pelanggaran hukum, atau ketidakbenaran adalah suatu substansi? Apakah rasa bersalah adalah suatu substansi? Tidak, ini semua adalah konsep moral atau kualitas moral. Dosa tidak mungkin ditransmisikan secara fisik. Ketika kita berbicara tentang dosa, kita menggambarkan karakter dari suatu tindakan. Kata dosa menggambarkan karakter dari suatu tindakan sebagai jahat atau salah. Dosa seperti halnya keramahan, kebaikan, atau kebajikan bukanlah substansi. Jika dosa adalah substansi yang dapat ditularkan secara fisik, maka kebajikan juga harus menjadi substansi yang dapat ditransmisikan secara fisik.

Dan apa yang akan menjadi hasilnya jika hal itu benar?
Orang-orang berdosa akan melahirkan orang-orang berdosa dan orang-orang suci, tentu saja, akan melahirkan orang-orang suci! Nyatanya ada beberapa tokoh suci dalam Alkitab yang dilahirkan oleh orang tua penyembah berhala, dan sebaliknya!

Dosa bukanlah substansi, dan kita semua tahu bahwa dosa bukanlah suatu substansi. Namun demikian, para teolog masih mempertahankan dogma yang mustahil tersebut yakni bahwa dosa, seperti halnya beberapa penyakit ganas, telah diwariskan secara fisik dari Adam kepada semua keturunannya. Sungguh konyol jika dosa dianggap virus bukannya pilihan sukarela yang harus dipertanggung jawabkan. Mengatakan bahwa manusia dilahirkan berdosa adalah sungguh bodoh!

Sifat dosa, sifat keadilan, dan sifat Allah yang sedemikian rupa tidak memungkinkan manusia dilahirkan berdosa.

Pertama, dosa dilakukan secara sadar/ berdasarkan pilihan kita. Apakah dosa dilahirkan dengan mata biru, rambut hitam, hidung kecil atau telinga yang besar? Apakah dosa lahir pendek atau tinggi? Apakah dosa dilahirkan sama sekali? Tidak, karena kita tidak punya pilihan dalam hal kelahiran kita. Kelahiran kita dan segala sesuatu yang kita miliki saat lahir bukanlah pilihan kita, tapi sudah ketentuan/ takdir Allah.

Kedua, dosa bukanlah suatu zat, sama sekali tidak memiliki sifat material atau fisik. Dosa adalah suatu tindakan. Oleh karena itu, dosa tidak mungkin diteruskan secara fisik.

Ketiga, dosa adalah pilihan yang harus dipertanggungjawabkan. Bayi yang baru lahir belum memahami arti bertanggung jawab. Mereka tidak tahu perbedaan antara benar dan salah, sehingga tidak dapat bertanggung jawab. Seorang anak tidak memiliki karakter moral saat lahir. Karakter moral dipunyai anak ketika ia telah mengetahui perbedaan antara benar dan salah. Seorang anak harus terlebih dahulu mencapai “usia pertanggungjawaban” sebelum ia dapat berbuat dosa (lihat Yesaya 7:16, Ulangan 1:39).

Keempat, dosa bersifat pribadi dan tidak dapat dipindahtangankan. Tidak ada orang yang bisa dibuat berdosa atau disalahkan atas dosa orang lain. Karakter moral, rasa bersalah dan pertanggung jawaban tidak bisa dialihkan (Yehezkiel 18:20, Ulangan 24:16).

Keadilan Allah membuat tidak mungkin bagi manusia untuk dilahirkan berdosa secara moral. Apakah mungkin Allah yang sangat benar dapat menyebabkan manusia dilahirkan berdosa dan menghukum mereka ke neraka gara-gara dosa Adam?

Dapatkah keadilan Allah yang sempurna menimpakan kesalahan pada orang yang tidak bersalah atau menghukum orang yang tidak bersalah untuk kesalahan orang lain? Apakah benar-benar mungkin bahwa bayi kecil yang polos membuka mata mereka di dunia ini berada di bawah murka Allah dan bahwa mereka dihukum siksa neraka gara-gara dosa Adam?

Seluruh akal pikiran kita menentang gagasan itu. Namun, ini adalah dogma yang luar biasa yang diajarkan sebagai ortodoksi di gereja-gereja Kristen.

Dan telah jelas bahwa ayat Alkitab PL Mazmur 51:7; 58:4; Ayub 25:42, dan 2Tawarikh 6:36 tak bisa jadi alat pembenaran. Telah jelas pula bahwa Doktrin Dosa Asal adalah murni  rekayasa Paulus. Sebuah doktrin/ dogma yang diyakini di seluruh gereja, sebagai pasangan Dogma Penebusan Dosa. Tanpa kedua doktrin tersebut maka tidak ada lagi Kekristenan.


#######
Jadi keadilan dan kasih Allah yang sempurna adalah bahwa Allah telah mengampuni segala kesalahan Adam (dan Hawa) yang dengan rendah hati segera bertobat, mohon ampun atas segala kesalahannya (rujuk QS. 2:37). Berbeda dengan iblis yang menyombongkan diri hingga jadi makhluk yang terkutuk. Namun demikian Allah pun memberi keadilan pada iblis sehingga berkenan menangguhkan umurnya sampai kiamat, memberi peluang baginya untuk memperoleh pengikut sebanyak mungkin sebagaimana tekad iblis untuk menyesatkan manusia (rujuk QS. 7:13-18; QS. 38:75-83).

Keadilan dan kasih Allah adalah bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci, bebas dosa dan mentauhidkan Allah. Hanya orang tua/ lingkungan yang membuatnya menyimpang dari jalan Allah. “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya orang tuanya lah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Bukhari: 1358; Muslim: 2658, dan Ahmad: II/233). Demikian pula bahwa bayi/ anak kecil yang belum bisa mengerti benar-salah, baik-buruk/ masih mumayiz, belum baligh/ belum mencapai usia pertanggung jawaban, bila meninggal maka insya Allah pasti akan masuk surga, bahkan menjadi wasilah ke surga bagi orang tuanya yang beriman.

Keadilan dan kasih Allah adalah bahwa anak kecil itu empunya kerajaan Allah (Bibel, Markus 10:14). Ini berarti tak ada dosa asal, bahwa semua anak dilahirkan suci tanpa dosa, dan bila meninggal saat bayi/ anak kecil pun akan masuk surga, maka tak perlu ada baptis baginya apalagi baptis itu justru untuk menyekutukan Allah dengan dogma Tritunggalnya menuju neraka.

Keadilan dan kasih Allah adalah:
Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada (mu)! (QS. Az-Zumar/39: 7).

Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya. (Bibel, Yehezkiel 18:20; Ul. 24:16).

Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat/ kiamat (HR. Muslim: 2759).

Khullu bani Adam khaththaa, wa khairul khaththaaiinattawwabuun, Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat! (HR. At-Tirmidzi: 2499; Ahmad III/198).

Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga terbangun, dari anak kecil hingga baligh, dari orang gila hingga kembali berakal/ sadar (Shahiih al-Jamiush Shagiir: 3513; Abu Dawud, 4403).

Keadilan dan kasih Allah adalah bahwa setiap umat telah diutus kepadanya pemberi petunjuk, peringatan, janji dan ancaman:
Dan sungguh, Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut", maka di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Nahl/ 16: 36).

Bagi setiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang (harus) mereka amalkan, maka tidak sepantasnya mereka berbantahan dengan engkau dalam urusan (syari'at) ini dan serulah (mereka) kepada (agama) Tuhanmu. Sungguh engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus. (QS. Al Hajj/22: 67).

Maka ingatlah untuk hari kebangkitan kelak, terkait bahwa saat ini kita semua adalah umat dari Nabi dan Rasul yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW. Bisakah Anda membela diri bila mendustakannya!?Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat, kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) dibolehkan meminta ampunan.” (QS. An-Nahl/ 16: 84).

Keadilan dan kedaulatan Allah adalah:
Dia telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS. Al-Furqaan/ 25:2). Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. (QS. Al-Qashash/ 28: 68).

Akulah TUHAN yang membuat damai dan menciptakan malapetaka/ kejahatan. (Bibel, Yesaya 45:7); TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka. (Bibel, Amsal  16:4); Hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya (Bibel, Pengkotbah7:14).

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS. Al-Hadiid/ 57:22).

Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. (Bibel, Matius 10: 29-30; Lukas 12:6-7);  TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya. (Bibel, Mazmur 135: 6).

Al Qur'an itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam. (QS. At-Takwiir/ 81:27-29).

Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana. (Bibel, Amsal 19:21).


Namun manusia secara nyata juga memiliki kehendak dan kemampuan untuk  mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Demikian juga secara dalil naqli, Allah telah berfirman bahwa manusia itu memiliki kehendak.
Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. (QS. An-Naba/ 78:39).

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqarah/ 2: 286).

Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. (QS. Al Israa/ 17:19).

Wassalam!

4 komentar:

Unknown mengatakan...

Diatas anda mencoba seolah-olah "menyadarkan" umat kristen dengan mencoba membandingkan ayat Mazmur 51 ayat 7 dengan Ayub 1 (penggalan) ayat 21. Ayub 1:21 (TB) katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" . Apakah anda sengaja memenggal ayat tersebut ? Hanya anda yang mengetahuinya. Kitab Ayub menceritakan bagaimana musibah yang dialami Ayub. Segala yang ia punyai lenyap, bahkan anak istrinya pun meninggalkan dia, tapi dia tetap setia pada Tuhan.

Memang benar apa yang anda katakan bahwa Ayub 1 ayat 21 tak boleh dimaknai secara harafiah, karena kita tidak mungkin kembali ke rahim ibu kita. Tapi coba anda pikirkan kembali bila memahaminya secara harafiah dengan jalan berpikir anda. Bila telanjang adalah makna kiasan dari fitrah, berarti kita mati dalam keadaan fitrah, begitu ? Adapun makna sesungguhnya mengenai kata "telanjang yang dipakai di Ayub 1 : 21 adalah mengenai harta, bahwasanya kita lahir tanpa membawa apa-apa dan mati pun demikian. Senada dengan apa yang dialami Ayub kala itu.

Saya pikir tak ada gunanya mengadu kebenaran berdasarkan kitab suci masing-masing yang diyakini, karena kita sudah mengimani apa yang ada pada kitab suci kita. Bila kita memang ingin mencari kebenaran sejati, bersikaplah fair, buka hati dan pikiran, bandingkanlah apa yang kita imani dengan kebenaran yang ada. Saya rasa dalam hal bagaimana anak terlahir sudah terjawab dengan penelitian yang sudah banyak dilakukan para ahli dan para psikolog.

Iman tanpa ilmu buta, ilmu tanpa iman lumpuh. Saya rasa ada alasan mengapa Allah memberi kita akal budi. Salam. Tuhan memberkatimu :)

allen mengatakan...

hai bung gredo.. membandingkan keimanan dengan kebenaran yg ada, itu adalah perbuatan yg tidak fair. melihat kebenaran secara perspektif sendiri tidak akan menemukan kebenaran sejati secara universal. tdk ada manusia yg tdk mau bertahan dengan argumen ny sendiri (manusiawi). jadi solusi nya adalah "imani keyakinan sendiri sendiri dan jgn ribet ngajak orang memilih apa yg kita yakini"

Dewanto mengatakan...

saudara keberatan mengenai doktrin dosa Asal,mungkin karena bingung terhadap "kasus bayi lahir seketika itu meninggal" apakah masuk Surga/Neraka?
Saudara ga Perlu bingung soal itu, TUHAN itu Hakim yg paling Adil, dan Dia jauh melampaui hikmat manusia, sebab Dia lah sumber hikmat itu.

Isha Merdeka mengatakan...

Dewanto, sepertinya Anda perlu membacanya lagi deh. Sudah jelas disebutkan ditulisan tsb koq